Dalam dua minggu pertama bulan Desember 2020, Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah memulangkan 41 WNI yang menjadi anak buah kapal (ABK) asing.
Rincian dari 41 orang tersebut, yakni 18 orang direpatriasi dari kapal ikan berbendera Republik Rakyat China (RRC) yang berada di Karachi, Pakistan dan 23 orang ABK di kapal ikan berbendera Belize yang sandar di wilayah Lima, Peru.
Selain itu, ada lagi 14 ABK di kapal ikan berbendera RRC yang menyusul dipulangkan dari Korea Selatan. Mereka sudah menunggu sejak bulan Mei 2020 di Micronesia, namun baru bisa dipulangkan bulan ini karena sulitnya akses penerbangan di masa pandemi COVID-19.
Dalam keterangan resminya, Kemenlu juga menyampaikan 19 nelayan asal Aceh yang sempat ditahan di India telah pulang ke Indonesia pada Sabtu (12/12).
Sebanyak 19 nelayan di KM Selat Malaka ditangkap karena kapal mereka terseret ombak dan masuk ke wilayah perairan Nikobar, India, pada Desember tahun lalu.
“Setelah mendapatkan pendampingan kekonsuleran dan jasa pengacara yang disediakan KBRI New Delhi, proses hukum para nelayan tersebut dapat diselesaikan dan mereka akhirnya dibebaskan. Saat ini KBRI New Delhi masih terus melakukan pendampingan kepada 39 nelayan lainnya yang masih berproses hukum di Andaman,” bunyi keterangan tertulis Kemenlu, Rabu (16/12/2020).
Kemenlu juga melaporkan proses repatriasi WNI korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Miri Sarawak, Malaysia.
Setelah mendapatkan laporan masyarakat mengenai delapan wanita Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang disekap dan dieksploitasi, Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching, Malaysia berkoordinasi dengan Polis Diraja Malaysia untuk melakukan operasi pembebasan pada 14 November lalu.
Seluruh korban TPPO tersebut direpatriasi pada 12 Desember. Selain itu, KJRI Kuching mengurus gaji delapan PMI tersebut senilai Rp 140 juta. Saat ini, pelaku TPPO yang merupakan Warga Negara Malaysia tengah melalui proses hukum.
Berikutnya, dilaporkan perkembangan terbaru dari pengurusan tiga anak WNI terlantar dan tidak terdokumentasi di Uni Arab Emirat (UAE).
Ketiga anak dengan rentang usia 9 bulan hingga 5 tahun itu terlantar dan tidak terdokumentasi. Dua orang anak ibunya telah meninggal dan satu telah dideportasi.
Keseluruhannya adalah pekerja migran tidak terdokumentasi. Setelah diproses, ketiga anak tersebut dapat dipulangkan ke Indonesia.
“Sesuai amanat UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan, alhamdulillah ketiga anak tersebut telah berhasil dipulangkan ke Indonesia pada tanggal 14 Desember 2020,” papar Kemenlu lewat keterangannya.
Sumber : Detik
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’