Pusat Komando Epidemi Sentral (CECC) Taiwan dalam konferensi pers mengatakan bahwa pihaknya akan menanggung biaya pengobatan pekerja migran asal Indonesia (PMI) yang dinyatakan positif corona saat tiba di Taiwan.
Media lokal Taiwan menyebutkan bahwa perkiraan awal menyebutkan bahwa seorang TKI yang menderita COVID-19 dikabarkan dapat menelan biaya pengobatan hingga NT$ 2,1 Juta.
Dilansir dari media SETNNews menyebutkan bahwa saat ini terdapat sebanyak 83 orang WNI yang datang ke Taiwan dengan tujuan bekerja yang dinyatakan positif corona.
Hal ini menyebabkan jumlah dana pengobatan seluruh TKI yang terinfeksi wabah COVID-19 cukup fantastis, yakni mencapai lebih dari NT$ 170 Juta.
Baru-baru ini kasus seorang perawat migran asal Indonesia yang mengalami demam ramai diperbincangkan di media sosial.
Sejumlah warga masyarakat Taiwan mengaku gusar jika seluruh beban biaya pengobatan pekerja migran asing dibebankan kepada pemerintah Taiwan.
Dalam konferensi pers pada hari Rabu (02/12) pihak CECC Taiwan mengatakan bahwa sumber dana untuk membiayai pengobatan para TKI tersebut berasal dari uang pajak masyarakat di Taiwan.
Menanggapi isu ini, juru bicara CECC Taiwan, Chuang Jen-xiang mengatakan, biaya pengobatan para TKI yang positif corona di Taiwan tidak sebesar yang dipikirkan oleh warga masyarakat Taiwan.
Menurut Chuang, perawatan para pekerja migran di rumah sakit tidaklah lama, sehingga biaya per orang, termasuk tes dan perawatan lainnya setelah terdiagnosis rata-rata berkisar NT$ 800.000.
Sedangkan menanggapi pembicaraan bahwa beban biaya pengobatan pekerja migran asing yang ditanggung pemerintah Taiwan sebesar NT$ 2,1 juta, Chuang pun mengatakan bahwa biaya sebesar itu merupakan biaya rata-rata para warga negara Taiwan sejak terdiagnosis positif corona.
Chuang menjelaskan, hal ini disebabkan karena jangka waktu perawatan pasien positif corona di rumah sakit lebih panjang, maka biayanya pun relatif lebih tinggi.
Sementara para pekerja migran asing yang terdiagnosis positif COVID-19 di Taiwan, mereka umumnya terdiagnosis sebelum masa karantinanya berakhir.
Chuang menambahkan bahwa sebagian besar diantara para pekerja migran tersebut juga masih muda dan kuat, sehingga jangka waktu perawatannya pun lebih pendek.
Sehingga Chuang menekankan bahwa kedua faktor ini diyakini mampu menekan biaya pengobatan para pekerja migran yang positif corona hingga hanya berkisar NT$ 800.000 per orang.
Chuang juga mengatakan bahwa perawatan bagi para pekerja migran asing di Taiwan dimaksudkan untuk melindungi kesehatan para warga Taiwan, sekaligus menghindari keraguan terkait infeksi wabah corona.
Baru-baru ini ada kasus dimana seorang perawat asing yang diidentifikasi sebagai pekerja migran asal Indonesia yang ternyata mengalami demam.
Setelah diperiksa secara lanjut, perawat tersebut terkonfirmasi negatif COVID-19 dan terserang wabah influenza tipe H1N1.
Oleh sebab itu, Chuang meminta warga masyarakat Taiwan agar tidak panik dan tidak termakan isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Chuang mengatakan bahwa seluruh TKI yang masuk ke Taiwan harus menjalani karantina terpusat selama 14 hari dan dites PCR (swab) terlebih dahulu.
Jika mereka positif corona, maka mereka akan dirawat di rumah sakit, sehingga warga masyarakat diharapkan tidak menyudutkan dan langsung melabeli para pekerja migran Indonesia yang ada di Taiwan positif corona.
Para pekerja migran Indonesia yang bekerja di Taiwan bertahun-tahun juga bisa jatuh sakit, termasuk flu.
“Saat memiliki gejala flu, mereka akan langsung dilabeli terkena COVID-19, saya harap warga masyarakat Taiwan tidak bersikap seperti itu,” ungkap Chuang.
Sumber : TVBS NEWS, 壹電視NEXT TV, SETNNews
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan