Menilik Lebih Dekat Upaya Sigap Otoritas Taiwan Lawan Pandemi Corona!

Negara Taiwan merupakan salah satu “primadona” yang muncul di tengah pandemi virus corona asal Wuhan, China (COVID-19).

Negara kepulauan tersebut mendapatkan banyak pujian serta apresiasi atas keberhasilannya menekan angka penularan virus corona sejak awal pandemik.

Taipei, Taiwan
foto : ijnet

Padahal, wilayah itu dekat dengan daratan China, tempat di mana COVID-19 pertama kali menyebar.

Dalam sebuah webinar yang digelar oleh International Center for Journalists (ICFJ) beberapa waktu lalu, Kepala Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan, Jih-haw Chou membeberkan alasan mengapa Taiwan bisa mencapai keberhasilan tersebut. 

Hal utama yang menyebabkan pandemik COVID-19 berhasil ditekan penularannya adalah karena ada respons terpusat terhadap penyakit menular yang dikembangkan oleh pulau tersebut setelah wabah SARS pada tahun 2003. 

Dari total populasi hampir 24 jiwa, Taiwan berhasil menekan angka penularan COVID-19 kurang dari 500 orang. 

“Selama wabah SARS, kami (tidak) memiliki sistem komando terpusat,” kata Chou. 

“Pemerintah daerah selalu bertengkar dengan pemerintah pusat, dan masyarakat kehilangan orientasi. Mereka tidak tahu bagaimana mengikuti kebijakan kami,” sambungnya, seperti dimuat dalam situs resmi ICFJ jelang akhir pekan ini. 

Namun pasca wabah SARS melanda, Taiwan menulis ulang pedomannya untuk mengelola penyakit menular. Rencana terpusatnya bergantung pada pelacakan kontak, karantina, berbagi informasi di antara lembaga negara, dan pengiriman pesan terkoordinasi serta penjangkauan ke publik. 
Sistem komando pusat tersebut pada akhirnya terbukti sangat sukses menghadapi pandemik COVID-19.

Dampaknya, kehidupan di Taiwan saat ini terlihat normal, meski jika angka penyakit meningkat, pemerintah akan membatasi aktivitas sehari-hari. 

Lebih lanjut Chou menjelaskan, karena masyarakat Taiwan pernah terluka oleh pandemi SARS, semua orang di wilayah tersebut, mulai dari pejabat hingga wartawan sangat memahami berita tentang COVID-19 dan siap untuk mengambil tindakan secepat mungkin pada akhir Desember 2019 ketika kasus pertama COVID-19 dikonfirmasi di China. 

“Seluruh masyarakat sangat prihatin dengan berita dari daratan utama, terutama (tentang) penyakit menular (dari) China,” ujarnya.

Kemudian pada bulan Januari, saat banyak negara belum banyak bertindak mencegah penularan COVID-19, Taiwan menghubungi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Namun karena tidak ada panduan segera dari WHO, Taiwan bergegas mengambil tindakan sendiri dengan melarang pelancong dari daerah yang terinfeksi di China memasuki Taiwan.

Bukan hanya itu, jelas Chou, pemerintah Taiwan dengan cepat mendorong kesiapan rumah sakit, pembuatan APD dan pembuatan tes diagnostik yang sangat akurat. 

Belajar dari wabah SARS, otoritas Taiwan menyadari bahwa tes massal yang akurat memang penting. Namun upaya penggagalan penyebaran virus sejak awal juga tidak kalah pentingnya. Karena itulah Taiwan menerapkan karantina pasien yang dites positif. 

“Jika kami dapat menahan mereka di rumah selama 14 hari, kami dapat menjamin mereka tidak menyebarkan virus,” papar Chou. 

“Kami memiliki sistem karantina yang sangat baik untuk memastikan mereka tetap tinggal di rumah (yang diwajibkan oleh hukum),” sambungnya. 

Bukan hanya mendorong karantina, pemerintah Taiwan juga menyediakan pasokan makanan serta bantuan medis yang dibutuhkan oleh pasien COVID-19. 

“Selama karantina, kami bisa menyediakan makanan, bantuan medis, dan mengirim orang untuk mengumpulkan sampah. Kami urus (pasiennya), tapi kami juga melayani,” ujarnya. 

“Itulah mengapa sistem karantina kami berhasil,” tambah Chou. 

Di sisi lain, Taiwan juga memiliki sistem rekam medis yang sepenuhnya elektronik. Sehingga akan lebih mudah bagi pihak terkait untuk melacak catatan rumah sakit terkait dan riwayat perjalanan seseorang. Hal itu mempermudah upaya untuk pelacakan kontak pasien COVID-19. 

Untuk mengatasi masalah privasi dari publik, pemerintah Taiwan melakukan sosialisasi. 

“(Kami melakukan) segala upaya untuk menjelaskan kepada orang-orang mengapa kami membutuhkan informasi ini dan bagaimana kami akan menggunakan semuanya,” tambah Chou. 

Taiwan to send doctor to South Korea to learn about MERS-CoV ...
foto ; FocusTaiwan

“Dan kami akan menjamin cakupan cara kami menggunakan informasi yang mereka berikan,” jelasnya. 
Chou juga menjelaskan bahwa pada awal pandemik COVID-19, Taiwan memiliki persediaan masker selama dua bulan, dan masih mengimpor masker dari China dan Filipina. Meski begitu, Taiwan tetapi dengan cepat meningkatkan kapasitas produksi dari sekitar 1,8 juta per hari pada bulan Januari menjadi 20 juta per hari pada akhir Mei. 

“Kami juga mengoptimalkan distribusi ke warga kami,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pemerintah ingin menjaga harga masker tetap rendah dan menjamin setiap orang mendapat kesempatan untuk mendapatkan masker yang mereka butuhkan. 

Sumber : The International Journalists’ Network, ijnet

Loading

You cannot copy content of this page