Sejumlah LSM berkumpul di pusat kota Taipei pada hari Rabu untuk menuntut agar pemerintah Taiwan membangun sistem kompensasi yang lebih tepat waktu untuk cedera akibat kecelakaan kerja setelah seorang pekerja migran yang terluka melakukan aksi bunuh diri karena takut menjadi beban bagi keluarganya.
Kelompok LSM tersebut berunjuk rasa di luar gedung Kementerian Tenaga Kerja (MOL) Taiwan untuk menyerukan suatu sistem yang lebih baik dalam melindungi hak-hak pekerja migran di Taiwan dengan terlebih dahulu membayar kompensasi kepada seorang pekerja yang menderita cedera serius akibat pekerjaan.
Seruan tersebut bersumber dari aksi bunuh diri seorang pekerja migran berusia 55 tahun dari Thailand, yang diidentifikasi dengan nama depannya Prayuan pada tanggal 7 Juli 2020 lalu.
Pekerja migran itu nekat melompat dari lantai empat tempat penampungan yang dikelola oleh Pusat Pekerja Harapan di bawah Keuskupan Katolik Hsinchu.
Pekerja migran tersebut telah tinggal di penampungan sejak April 2020 silam setelah ia keluar dari Rumah Sakit Umum Angkatan Bersenjata Taoyuan.
Prayuan dikabarkan telah dirawat di rumah sakit tersebut 16 Juli 2019, ketika perutnya terbentur benda-benda logam yang berayun dari sebuah crane saat ia terangkat ke udara di tempat kerjanya di Taoyuan.
Dihadapkan dengan meningkatnya biaya medis dan tidak menerima bantuan atau dukungan dari majikannya, Prayuan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya agar tidak menjadi beban keuangan bagi keluarganya, kata putra Prayuan, yang diidentifikasi oleh Pusat Pekerja Harapan sebagai “M.”
Insiden ini sontak membuat kelompok pembela hak pekerja migran di Taiwan marah dan menuntut MOL Taiwan menetapkan sistem kompensasi yang lebih cepat dari majikan kepada pekerja yang mengalami cedera serius saat bekerja untuk menghindari hal tragis serupa kembali terulang di masa yang akan datang.
“Pekerja migran, terutama yang kurang beruntung, seringkali hanya dapat mengandalkan diri mereka sendiri untuk memperjuangkan kompensasi dari majikan, jadi kami pikir pemerintah Taiwan harus membuat peraturan yang melindungi hak-hak korban dengan membayar dana kompensasi di muka,” kata A Tong, seorang pekerja di Pusat Pekerja Harapan.
Menurut dokter yang merawat Prayuan, ia menderita pukulan yang sangat berat di perutnya dan menderita pendarahan dalam yang parah, kata A Tong.
Sebagian besar usus Prayuan harus diangkat, dan ia perlu dirawat selama sisa hidupnya sambil menggunakan kantong khusus untuk membantunya buang air besar, kata A Tong.
Menurut A Tong biaya medis dan perawatan lanjutan almarhum bisa berkisar dari NT$ 5.000 hingga NT$ 10.000 per bulan.
“Prayuan menghabiskan 12 tahun sebagai pekerja migran di Taiwan untuk membesarkan putrinya dan putranya,” kata A Tong.
Putrinya telah lulus dari perguruan tinggi dan putranya memiliki keluarganya sendiri, dan “Prayuan tidak ingin membuat mereka terbeban dengan kondisinya.”
Ketika ayahnya dirawat di rumah sakit, majikan ayahnya tidak membayar tagihan medis atau kompensasi, dan hanya setuju untuk membayar sebagian gajinya, kata putra almarhum.
Namun perusahaan membantah pernyataan itu. Seorang manajer di San Yeong Iron Works Co., Ltd. mengatakan bahwa sebelum LSM terlibat dalam kasus ini pada bulan Januari, perwakilan dari San Yeong datang merawat Prayuan ketika almarhum berada di rumah sakit.
“Jika kita tidak merawatnya, di mana (putra) makan, tidur dan tinggal selama ini? Dia tinggal di kantor kita,” kata manajer perusahaan tersebut.
Namun, A Tong berkata bahwa putranya tidur di ranjang lipat di rumah sakit dan makan sisa-sisa makanan yang disediakan oleh rumah sakit untuk ayahnya.
Ketika ditanya tentang bagaimana peristiwa tragis itu terjadi, manajer pabrik mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hal itu karena tidak berada di pabrik selama insiden tersebut.
MOL Taiwan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kompensasi untuk kecelakaan kerja pekerja migran harus ditangani sesuai dengan undang-undang asuransi tenaga kerja, Undang-Undang Standar Tenaga Kerja dan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Menanggapi insiden ini, pihak MOL Taiwan juga telah memberikan uang santunan belasungkawa dan bantuan hukum kepada keluarga korban.
Sementara itu, pemerintah Kota Taoyuan telah mendenda pihak agensi tenaga kerja sebesar NT$ 30.000 karena tidak melaporkan cedera serius yang dialami almarhum.
Selain itu pihaknya juga menjatuhkan tambahan denda sebesar NT$ 20.000 karena pihak agensi tenaga kerja tidak membayar gaji pekerja seperti yang dipersyaratkan dalam kontrak kerja.
Sebagai sanksi atas kasus ini, pihak perusahaan tempat almarhum bekerja juga akan dicabut haknya untuk mengimpor pekerja migran dari luar negeri.
Setelah mediasi oleh pemerintah kota Taoyuan majikan bersedia membayar sebesar NT$ 93.996 sebagai upah alamrhum yang belum dibayarkan, kata MOL Taiwan.
Sedangkan semua biaya medis yang dikeluarkan oleh pekerja migran tersebut selama dirawat di rumah sakit akan dibayar oleh Biro Asuransi Tenaga Kerja dengan tambahan sebesar NT$ 10.000 sebagai uang santunan kepada anak alamarhum yang merawat ayahnya selama dirawat di Taiwan.
MOL Taiwan menjelaskan bahwa penyelesaian ini juga telah disetujui untuk pihak keluarga korban.
Seorang pejabat Kantor Perdagangan dan Ekonomi Thailand (TTEO) mengatakan kepada CNANews bahwa kedua belah pihak, yakni majikan dan keluarga korban akan dipertemukan pada hari Jumat untuk membahas masalah kompensasi akibat insiden ini.
Sumber : William CNA, CNANews
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan