Seorang pelajar wanita asal Malaysia yang tinggal di Taiwan mengaku bingung dan merasa bahwa Taiwan tidak ramah Muslim setelah ia diminta melepas hijab saat wawancara kerja.
Mahasiswa PhD Liyana Yamin mengatakan bahwa ketika wawancara untuk pekerjaan paruh waktu di sebuah restoran di distrik Zhongshan Taipei awal bulan ini, ia ditanya oleh pewawancara apakah ia bersedia melepas jilbabnya saat bekerja.
Yamin mengatakan kepada Taiwan News bahwa ini adalah pertama kalinya ia diminta melepas jilbabnya setelah wawancara di empat restoran berbeda. Namun, ia mengatakan bahwa ia juga telah diberitahu oleh calon majikan bahwa ia hanya diperbolehkan memakai topi saat bekerja, bukan hijab.
“Setelah insiden ini, saya mencoba bertanya terlebih dahulu apakah saya bisa memakai hijab sebelum menerima wawancara dan semua restoran secara terang-terangan menolak saya,” katanya.
“Setelah tinggal di sini selama empat tahun, saya merasa Taiwan bukan tempat yang ramah Muslim,” kata Yamin, namun menambahkan bahwa pengalaman ini akan berbeda dari orang ke orang. “Saya hanya merasa tidak berdaya, dan akhirnya tahu bahwa saya harus melupakannya saja,” katanya.
Yamin mengatakan bahwa mengingat kembali pengalaman itu menyakitkan baginya, dan meskipun Taiwan penuh dengan peluang dan teman baik, ia merasa akan selalu ditolak sebagai seorang Muslim di negara tersebut.
Karena ia keturunan Tionghoa-Melayu, Aimi mengatakan bahwa orang asing sering mengatakan jika ia Muslim itu artinya ia tidak bisa Melayu, dan harusnya merupakan orang Indonesia. Aimi mengatakan, karena mayoritas Muslim di Taiwan berasal dari Indonesia, orang sering menganggap Muslim dan Indonesia itu terkait.
Saat melamar pekerjaan sendiri, Aimi mengatakan bahwa ia diminta oleh agen untuk memberikan foto kepada majikan di mana ia tidak mengenakan jilbab, setelah ia memberikan foto memakainya. Namun, ia mengatakan ia tidak menganggapnya sebagai diskriminasi, dan kemungkinan besar karena alasan keamanan.
“Itu adalah perusahaan semikonduktor, jadi saya akan bekerja di pabrik, dan mereka harus mempertimbangkan keselamatan,” katanya. “Jika pakai jilbab, mereka takut jika kainnya masuk ke mesin.”
Ia bisa mencapai kompromi dengan agen tersebut, dan malah mengenakan sorban. Meski awalnya diminta untuk melepas jilbabnya, Aimi mengatakan ia diperlakukan dengan baik oleh perusahaan.
“Saat pertama kali mulai, saya memakai sorban, lalu perlahan-lahan saya mulai memakai gaya hijab biasa. Jadi, saya menutupi leher saya dan segalanya.”
“Mereka tidak mempermasalahkan itu, mereka hanya terus mengingatkan saya bahwa saya harus berhati-hati dengan mesin,” kata Aimi.
Sumber : Taiwan News
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan