Pemerintah Kota Binjai menagih pajak restoran dan rumah makan, saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
Penagihan ini dilakukan, guna mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2021. Bukan hanya pengelola restoran dan rumah makan, pedagang kaki lima juga ditagih.
Handoko, pedagang Bakso Karebet, di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Binjai Barat, tidak bisa tidur semalaman, setelah mendapatkan surat tagihan pajak.
Dirinya terkejut, bahwa selama berjualan kali pertama mendapat surat tagihan pajak. Tak tanggung-tanggung, Handoko harus membayarkan pajak Rp 200 ribu per hari, selama sebulan.
“Saya terkejut, saya sampai tidak bisa tidur. Saya bingung, saya punya utang Rp 6 juta kepada pemerintah,” kata dia, saat ditemui di GOR, Jalan Jambi, Kecamatan Binjai Selatan, Rabu (25/8/2021).
Ia mengatakan, selama ini tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan iuran pajak. Tiba-tiba, kemarin dirinya menerima surat tagihan, saat sedang berjualan.
“Pendataan juga sebelumnya tidak ada, tapi tiba-tiba saya dapat surat yang harus membayarkan pajak,” jelasnya.
Saat berjualan dirinya menggunakan gerobak yang digandengkan dengan sepeda motor. Gerobak itu, kata Handoko diparkirkan pada bantaran jalan, yang nantinya akan diletakkan beberapa meja, untuk melayani pembeli.
Karena merasa bukan masuk dalam kategori restoran dan rumah makan, ia heran dengan aturan Pemko Binjai.
“Selama ini kan saya pedagang kaki lima, pakai becak yang parkir di pinggir jalan,” ucapnya. Selama ini, dirinya tidak tahu apakah ada tagihan pajak restoran kepada pedagang kaki lima.
Jika ada, katanya kenapa tidak dari dulu Pemerintah Kota Binjai memberitahukannya kepada pedagang.
“Kami orang kecil, dari dulu gak ada sosialisasi soal ini. Maunya daru dululah kenapa sekarang,” ungkapnya.
Pada masa pandemi Covid-19, ia harus rela kucing-kucingan dengan Petugas Satpol-PP, lantaran batas waktu berjualan. Karena hal itu, omsetnya dalam sehari menurun drastis.
“Kami jualan takut saat ini, karena pandemi. Terlalu lama jualan ada Satpol-PP. Kami minta dibubarkan. Saat ini jualan hanya dapat Rp 100 ribu sudah hebat. Gimana mau bayar pajak Rp 200 ribu pula,” katanya.
Karena adanya tagihan ini, ia berharap kepada Pemerintah Kota Binjai tidak melakukan tahukah pajak dulu. Sebab, seluruh pedagang merasakan dampak Covid-19.
“Saya harap, pajak ini nanti dulu lah, setelah pandemi selesai. Setidaknya jualan jangan menutup warung. Nanti kalau sudah normal, saya juga tidak keberatan membayar pajak, asalkan ada timbal baliknya kepada pedagang,” ucapnya.
Menurutnya, pedagang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang selalu mendapat gaji setiap bulan.
“Jualan kami malah ditekan. Kalau PNS kan bisa mendapatkan gaji, kalau kami tidak jualan gak ada uang,” terangnya.
Sumber : Tribun Medan Official
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’