Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi pasca-libur Lebaran kali ini tidak main-main dan membuat fasilitas kesehatan di Ibu Kota dan sekitarnya lumpuh.
Akibatnya, banyak pasien telantar dan tak sedikit dari mereka akhirnya meninggal dunia sebelum sempat ditangani secara medis.
Meninggal dalam ketidakberdayaan
Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati menyaksikan sendiri bagaimana lonjakan kasus Covid-19 dan ketidaksiapan pemerintah dalam menangani pandemi ini telah berdampak sangat buruk terhadap masyarakat. Terlebih lagi terhadap warga miskin.
Banyak dari warga miskin Ibu Kota yang sakit dan merasakan gejala Covid-19 tidak mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan sehingga harus bertahan di rumah.
Sebagian sembuh dengan sendirinya, namun tak sedikit pula yang mengembuskan napas terakhir di balik bilik rumah mereka.
“Kejadian kematiannya tinggi sekali. Setiap hari, ada kematian, paling tidak itu dua orang. Gejalanya sama, sesak napas,” ujar Eny, dilansir Kompas.id.
Akhir Juni lalu, warga Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dikagetkan dengan temuan jenazah seorang pria lanjut usia di depan rumahnya.
Warga tidak berani mendekat dan mengevakuasi jenazah tersebut karena mending terkonfirmasi positif Covid-19.
Pria lanjut usia itu meninggal dengan kondisi rumah sepi. Anak dari pria tersebut diketahui juga positif Covid-19 dan tengah menjalani isolasi mandiri di sebuah hotel ketika ayahnya tewas.
Setelah lebih dari 12 jam, jenazah akhirnya dibawa menggunakan ambulans untuk dikubur di TPU Rorotan, Jakarta Utara, seperti dilansir Tribunnews.com.
Kapolsek Tanjung Priok Kompol Ghulam Nabhi mengatakan, proses evakuasi memakan waktu lama karena adanya antrean mobil ambulans.
Warga Sunter ini hanyalah satu dari sekian banyak warga Jakarta yang meninggal di rumah di tengah ketidakberdayaan mereka melawan Covid-19.
LaporCovid-19 mencatat, sejauh ini, setidaknya 46 pasien meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di rumahnya di Jakarta.
Meninggal dalam upaya mencari pertolongan
Ada yang hanya bisa pasrah, ada pula yang tak menyerah. Setelah ditolak beberapa rumah sakit, seorang kerabat dari Eny tetap berupaya mencari pertolongan hingga ia diterima di sebuah rumah sakit di Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun, karena pasien yang berjubel, ia harus antre menunggu penanganan medis di tenda darurat. Keluarga mengaku, sang pasien tak kunjung mendapat penanganan sehingga akhirnya dibawa pulang.
Hanya saja, dalam perjalanan pulang itu, kerabat Eny meninggal dunia, tepatnya pada tanggal 7 Juli 2021.
Kejadian terbaru dialami seorang pasien Covid-19 asal Harjamukti, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Ia dilaporkan meninggal dunia pada Rabu (14/7/2021) dalam upaya mencari rumah sakit karena kondisinya memburuk setelah menjalani isolasi mandiri di rumah.
“Si pasien drop, diusahakan untuk ke rumah sakit, tetapi dari satu rumah sakit ditolak. Ditolak karena BOR (bed occupancy rate, keterisian tempat tidur) penuh,” kata Kepala Bidang Penanggulangan Bencana pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok Denny Romulo.
“Mengarah ke rumah sakit lainnya, meninggal di tengah jalan,” ia menambahkan.
Kejadian-kejadian ini merupakan potret nyata dari ketidakmampuan sistem kesehatan kita menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan menanganai pasien.
Sumber : Beritasatu
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’