GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan


Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) mengajak para pekerja migran yang ada di Taiwan untuk berani berbicara dan mengadu jika mendapatkan perlakuan tidak pantas dari majikan, termasuk pelecehan seksual.

Dalam pernyataannya pada hari Jumat (2/8), Ketua GANAS, Fajar mengatakan hal ini menanggapi adanya Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Keelung yang menjadi korban pelecehan seksual oleh majikannya.

“Dari kasus ini kami sebagai organisasi advokasi PMI mengharapkan agar teman teman jika menemui majikan yang melanggar kontrak kerja dan hukum di Taiwan berani untuk berbicara,” kata Fajar.

Menurut Fajar, aduan bisa disampaikan ke otoritas Taiwan maupun Indonesia.

Hal ini penting agar pemangku kebijakan membuka mata dan perbaiki tata kelola pekerja migran, khususnya Pembantu Rumah Tangga (PRT) agar tidak lagi terjadi hal serupa seperti yang terjadi saat ini.

“Diam bukanlah emas ketika sudah bertemu dengan penindasan,” kata Fajar.

Fajar menilai ada hal yang janggal terkait kasus ini di mana majikan yang menjadi buronan atas tindakan kejahatan seksual yang ia lakukan sebelumnya, masih bisa merekrut PMA di rumahnya.

Padahal, sambung dia, hal ini berpotensi akan menimbulkan korban baru.

Namun Fajar menilai kasus seperti ini memang bukan hal baru. Seringkali masih ada majikan yang terbukti melanggar aturan pengambilan PMA tapi tetap bisa merekrut pekerja asing.

“Padahal mediasi dan denda pun sudah diberlakukan kepada majikan karena pekerja melaporkan ke Departemen Tenaga Kerja,” ucap Fajar.

GANAS menilai perlunya langkah besar dari pihak berwenang seperti mencabut ijin merekrut pekerja asing dalam jangka waktu yang lama bagi majikan bermasalah seperti ini.

“Jika izin perekrutan majikan benar-benar tidak dicabut maka jangan heran jika kejadian eksploitasi terus menerus,” ucap Fajar.

Sebelumnya, seorang majikan diketahui melakukan pelecahan seksual terhadap seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Keelung. Kini PMI tersebut berada di bawah advokasi Pusat Perlindungan Pekerja Migran Serve the People Association (SPA).

Dalam konferensi pers terpisah di hari Jumat, korban yang merupakan perawat mengungkapkan ia dipukul, diserang secara seksual, tidak diizinkan keluar, dan bekerja selama sembilan bulan tanpa gaji. Ia pun menyatakan harapannya agar tidak ada korban berikutnya yang seperti dirinya.

Diketahui, majikan PMI tersebut telah dicari sejak 2011 karena kasus penyerangan seksual. Untuk menghindari ditangkap kepolisian, ia tinggal di rumah untuk mengawasi dan mengendalikan pekerja migran tersebut.

Departemen Urusan Sosial Pemkot Keelung sebagai pihak yang bertanggung jawab memantau PMA di wilayahnya menyatakan untuk mencegah kejadian serupa, pihaknya akan melakukan kunjungan prioritas sesuai ketentuan. Pemkot Keelung juga akan lebih aktif menggunakan penerjemah yang menguasai bahasa ibu untuk kunjungan bagi PMA yang tidak termasuk prioritas kunjungan.

Selain itu, Pemkot Keelung juga akan melakukan inventarisasi menyeluruh dan meningkatkan frekuensi kunjungan layanan untuk pekerja rumah tangga migran yang dipekerjakan langsung oleh majikan, menurut departemen tersebut.

Sumber : Fokus Taiwan

Loading

You cannot copy content of this page