Umat Islam diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebab, hanya kepada Allah, manusia menyembah dan meminta pertolongan. Dalam ajaran Islam, ada dua ibadah yang perlu diketahui yakni ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Perbedaan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah ini penting diketahui dan dipahami agar ibadah yang dijalankan mendapatkan pahala dan sesuai syariat agama.
Ibadah menurut istilah bahasa berasal dari makna az-zullah, artinya “mudah dan taat, dikatakan tariqun mu’abbadun artinya “jalan yang telah dimudahkan (telah diaspal)” dan ba’irun mu’abbadun artinya “unta yang telah dijinakkan dan mudah dinaiki (tidak liar)”.
Sedangkan menurut istilah syara, ibadah adalah suatu ungkapan yang menunjukkan suatu sikap sebagai hasil dari himpunan kesempurnaan rasa cinta, tunduk, dan takut”.
Mengenai ibadah, Allah SWT berfirman:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) }
Artinya: Hanya EngkaulahYangKami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. (QS. Al Fatihah ayat: 5)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan maksud dari lafaz iyyaka na’budu menunjukkan makna berlepas diri dari segala kemusyrikan, sedangkan iyyaka nasta’inu menunjukkan makna berlepas diri dari upaya dan kekuatan serta berserah diri kepada Allah SWT.
Berikut Perbedaan Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdah:
1. Ibadah Mahdhah
Pengasuh Ponpes Al Anwar Modung, Bangkalan, KH M Muchlis Muhsin menjelaskan, ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah baik tata cara dan perincian-perinciannya (sifat, waktu, tempat dan lain sebagainya).
Dengan prinsip ibadah itu harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-Quran maupun Hadits. Tata caranya harus berpola kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini ukurannya bukan logika.
Asasnya kepatuhan dan ketaatan (ta’abbudi). Dalam Ibadah Mahdhah ini berlaku kaidah ushul fiqih :
اَلْأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيْمُ وَالْبَطْلُ إِلاَّ مَا جَاءَ بِهِ الدَّ لِيْلِ عَلىَ اَوَامِرِهِ
Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada dalil yang memerintahkan
Contoh-contoh ibadah mahdhah antara lain : Masalah-masalah ushul, seperti syahadat, shalat lima waktu, Zakat, puasa, haji dll.
Menambah atau mengurangi, termasuk berimprovisasi dalam perkara pokok ini, berarti bid’ah. Mengimani, mematuhi, dan melaksanakan perkara pokok agama, pada prinsipnya, bersifat ta’abbudi. Tidak perlu bertanya kenapa shalat dhuhur empat rakaat, shalat subuh dua rakaat. Kenapa haji harus di kota Mekkah. Tidak perlu kritis kenapa puasa mulai fajar sampai maghrib. Improvisasi dalam perkara ushul terlarang, karena sifatnya ibadah mahdhah.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah ghairu mahdhah ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah yang tata cara dan perincian-perinciannya tidak ditetapkan dengan jelas. Dengan prinsip : Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang, selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilakukan. Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah sehingga perkara baru (bid’ah) dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan.
Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau mudharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, itu buruk, merugikan dan mudharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
Asasnya Manfaat, selama itu bermanfaat maka boleh dilakukan. Dalam ibadah ghairu mahdhah, jangan bertanya mana dalil yang memerintahkannya. Tapi tanyakan dalil mana yang melarangnya? Dalam Ibadah ini berlaku kaidah ushul fiqih :
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnyasegala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannyasegala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya
Contoh-contoh ibadah ghairu mahdhah antara lain : Masalah-masalah furu’, seperti shalat subuh dengan qunut atau tidak, dzikir, dakwah, tolong menolong dll.
“Jika dalam ibadah mahdhah yang bersifat ta’abbudi tidak boleh ada improvisasi, maka dalam ibadah ghairu mahdhah ini justru terbuka lebar terhadap inovasi. Tidak ada bid’ah (kullu bid’atin dlalalah) dalam ibadah ghairu mahdhah,” kata KH Muchlis Muhsin dikutip alanwarmadura.net.
Ibadah ghairu mahdhah adalah seluruh amal manusia yang dinilai ibadah karena niat dan sebab (illat) nya.
Illat adalah faktor yang menentukan hukum, dalam kaidah ushul fiqih :
اَلْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وَسَبَبِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمُا
Ada dan tidaknya hukum itu tergantung pada sebab (illat) nya.
Ukuran illat adalah maslahat-mudharat. karena itu berlaku kaidah niat dan illat. Jika niatnya jelek dan menimbulkan mudharat, nilai ibadahnya bisa kurang atau hilang sama sekali. Tetapi jika niatnya bagus dan menimbulkan maslahat (baik secara personal maupun sosial), hukumnya sunnah, bernilai ibadah tinggi.
“Sebagai contoh memakai jubah dan sorban jika niatnya mengikuti Rasulullah SAW bisa bernilai ibadah. Jika murni karena budaya, hukumnya mubah. Tetapi, jika niatnya pamer kesalehan dan dampaknya ujub personal, hukumnya haram karena nilai ibadahnya hilang sama sekali,” katanya.
Wallahu A’lam.
Sumber : Yufid.TV – Pengajian & Ceramah Islam
Berita Terkait
Umat Muslim Lebih Dari 30 Negara Datang Ke Masjid Agung Taipei Untuk Merayakan Ramadhan
Restorasi Al-Qur’an Berusia 500 Tahun Telah Selesai
6 Tips Berpuasa di Hari Pertama Ramadhan