Dilansir dari media NOW News pada hari Rabu (5/1/2022) menyebutkan bahwa sejumlah pekerja migran yang bekerja di Taiwan yang hamil sering menghadapi masalah pekerjaan.
Terlebih karena mereka tidak mengetahui hukum dan aturan ketenagakerjaan di Taiwan, mereka sering kali menjadi sasaran kecurangan dari majikan maupun agensi.
Untuk membantu pekerja migran asing (PMA) yang hamil, Kementerian Tenaga Kerja (MOL) Taiwan mensubsidi Pemerintah Kota Taoyuan dan menugaskan Yayasan Lixin untuk menangani “Pusat Layanan Konseling Wanita dan Anak Asing”.
Adapun bantuan yang diberikan berupa konsultasi mengenai undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan juga hak kerja, sumber daya bersalin, layanan rujukan, penilaian kebutuhan individu dan pelayanan penempatan.
Bantuan ini diberikan oleh MOL Taiwan dengan harapan dapat mengurangi jumlah kasus dimana buruh migran hamil melarikan diri dan memilih menjadi pekerja migran kaburan karena kurangnya pemahaman akan hak-hak hukum terhadap PMA di Taiwan.
Tidak ada “klausul larangan kehamilan” di Taiwan dan hal yang sama berlaku untuk “Undang-Undang Kesetaraan Kerja Gender” untuk pekerja migran di Taiwan, menurut MOL Taiwan.
Setelah hamil, majikan tidak boleh memberhentikan buruh migran dengan alasan hamil. Pekerja migran juga berhak atas cuti hamil 5 hari dan 8 minggu sebelum dan sesudah melahirkan.
Untuk hak cuti hamil, pasangan juga memiliki 5 hari cuti bagi ayah. Adapun pembayaran selama cuti hamil, migrasi industri dan perawatan institusional diatur oleh Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan di Taiwan.
Majikan yang membayar cuti hamil harus membayar penuh atau setengah gaji sesuai dengan hukum yang berlaku dan mereka juga dapat mengajukan permohonan ke Biro Asuransi Tenaga Kerja untuk tunjangan kehamilan setelah melahirkan.
Kategori kesejahteraan sosial buruh migran tidak menerapkan UU Standar Ketenagakerjaan, sehingga pengusaha tidak wajib membayar gaji cuti melahirkan.
Selain itu, pekerja migran juga dapat memilih apakah mereka bersedia diberhentikan sesuai situasi.
Secara umum, pekerja migran perlu berganti majikan dalam jangka waktu tertentu setelah pemecatan. Namun, pekerja migran yang hamil dapat mengajukan permohonan ke Kementerian Tenaga Kerja Taiwan untuk penangguhan sementara berganti majikan dengan keterangan kehamilan dari dokter atau tim medis Taiwan.
Setelah melahirkan di Taiwan, meskipun anak tersebut tidak memiliki kewarganegaraan Taiwan tetapi dapat mengandalkan salah satu orang tua yang berdomisili secara sah untuk memperoleh asuransi kesehatan dan bertempat tinggal secara sah di Taiwan.
Kepada media NOWNews, MOL Taiwan mengatakan bahwa “Pusat Layanan Konseling Ibu dan Anak Asing” menyediakan layanan seperti konseling dan pendidikan, dukungan psikologis, bantuan dalam hidup dan bekerja, konversi dan penempatan kerja, termasuk pekerja migran yang tidak memenuhi syarat penempatan sementara dalam perselisihan perburuhan.
Dalam kasus kehamilan, penempatan darurat juga dapat disediakan oleh pusat layanan ini. Saat ini kapasitas pemukiman kembali yang disediakan oleh yayasan Lixin bisa menampung sekitar 25 orang.
Pada prinsipnya, pusat layanan ini akan membantu pekerja migran yang hamil untuk dimukimkan kembali hingga 60 hari setelah melahirkan. Akan tetapi tergantung pada kasus individu, mereka dapat dimukimkan kembali hingga 6 bulan setelah melahirkan.
Layanan seperti perubahan pekerjaan pasca persalinan juga akan disediakan oleh “Pusat Layanan Konseling Ibu dan Anak Asing”.
MOL Taiwan mengimbau bagi pekerja migran asing yang sedang hamil dan menemui kesulitan atau memiliki pertanyaan dapat berkonsultasi ke nomor 03-2522522.
Sumber : NOW News
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan