Keluarga pasien COVID-19 di Kota Medan memprotes Rumah Sakit Columbia Asia. Sebab selama menjalani perawatan 25 hari, mereka harus membayar Rp 448 juta.
Kasus ini bermula saat pasien bernama Ria Anjelina Siregar, masuk ke RS Columbia pada 27 Juli. Anjeli masuk ke rumah sakit dengan gejala demam dan batuk berdahak. Setelah dilakukan swab, hasilnya positif COVID-19
“Rumah sakit (saat itu) memberi pilihan untuk pasien secara mandiri atau asuransi. Mereka memilih membayar secara mandiri,” kata kerabat dekat pasien Penggeng Harahap kepada wartawan, Kamis (2/9).
Selama dirawat, Penggeng menyebut pihak rumah sakit tidak memberikan opsi pembayaran perawatan lagi. Sementara itu Anjeli kondisinya kritis. Sehingga pihak keluarga tidak memindahkan Anjeli ke rumah sakit lain.
“Setelah positif dari rumah sakit, mereka juga nggak ada ngasih (opsi pembayaran lain). Gara-gara kondisi pasien juga sudah parah, (jadi) tidak dipindah (rumah sakit), sampai masuk ICU, sampai meninggal,” ucap dia.
Nahas, Anjeli akhirnya dinyatakan meninggal. Tapi, pihak keluarga terkejut karena ada tagihan rumah sakit sebesar Rp 448 juta. Tapi setelah kasus ini mencuat di media, pihak RS mengurangi biaya perawatan.
“Terjadi perubahan angka, jadi yang utang kami itu Rp 87 juta sekian dan sisa (tagihan) dibayar pemerintah itu ada Rp 368 juta. Rp 87 juta ini biaya layanan non-medis, kata orang itu,” ujar Penggeng.
General Manager RS Columbia Asia, Deny Hidayat, memberikan penjelasan. Dalam kasus ini, pihaknya telah memberi pilihan pembayaran ketika pasien pertama kali dirawat. Menurutnya pihak keluarga memilih pembayaran mandiri.
Padahal kata dia, pihaknya menerima bentuk pembayaran pasien COVID-19. “Kita hanya mengakomodasi. Pasien datang bersedia membayar pribadi,” ujar Deny.
Deny menjelaskan saat dirawat, pasien mengalami gejala berat. Jadi pasien langsung masuk ke ICU untuk dirawat intensif.
Selain itu, Deny membantah tudingan keluarga pasien yang menyebut tidak ada informasi pembayaran selama perawatan. Sebab tiap hari rumah sakit memberi tahu biaya pengobatan pasien.
Ia juga menegaskan, saat pasien dinyatakan meninggal, mereka tidak sanggup membayar. “Di tanggal 19 Agustus beliau meninggal dengan total biaya Rp 456 juta. Punya deposito Rp 166 juta. Ketika pembayaran terakhir pasien mengatakan tidak sanggup membayar,” ucap Deny.
RS Columbia kemudian memberikan kemudahan agar klaim pembiayaan pasien ke Kemenkes. Namun suami pasien tidak kunjung menandatangani berkas-berkas persyaratan untuk diklaim.
“Kami hanya meminta suami pasien, tidak bisa diwakilkan menandatangani surat klaim ke Kemenkes,” kata Deny.
Padahal, jika suaminya menandatangani klaim Kemenkes, kewajiban pembayaran dari keluarga tinggal Rp 87 juta.
“Dan sisa Rp 366 juta akan ditagihkan ke Kemenkes, untuk bisa kita klaimkan ke Kemenkes, suami harus hadir menandatangani surat-surat,” ujar Deny.
Sumber : Tribunnews, Tribun Jogja TV
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’