Bulan lalu, sejumlah pesawat China dilaporkan mendekati wilayah Taiwan. Di antara pesawat-pesawat tersebut, terdapat jet tempur tua Chengdu J-7 yang ikut diterbangkan oleh “Negeri Panda”.
Pada tanggal 17 Juni, bersama sejumlah pesawat lain, empat unit J-7 diterbangkan dan dilaporkan mendekati wilayah Taiwan.
Pelibatan J-7 dalam operasi tersebut membuat negara-negara lain penasaran, mengapa jet tempur generasi kedua itu dikerahkan bersama dengan pesawat lain yang lebih modern.
J-7 merupakan jet tempur generasi kedua China yang awalnya dimodelkan pada MiG-21 buatan Uni Soviet pada dekade 1960-an.
Melansir Asia One, Minggu (11/7/2021), beberapa sumber menduga jet tempur uzur tersebut dilibatkan karena sudah diubah menjadi drone target.
Jika memang demikian, upaya tersebut merupakan cara yang “hemat” bagi Beijing untuk mengasah kemampuan tempur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan menguji respons Taiwan.
Sumber-sumber itu menambahkan, upaya itu mungkin juga merupakan cara China untuk menguji apakah semua jet tempur Taiwan sudah kembali beroperasi.
Menurut sejumlah laporan media China daratan, Beijing telah mengubah ribuan jet tempur generasi kedua yang dinonaktifkan, termasuk J-7, menjadi pesawat nirawak (UAV).
Seorang sumber yang dekat dengan PLA mengatakan kepada South China Morning Post bahwa beberapa unit J-7 telah diubah menjadi drone target.
Pasalnya, gambar radar cross-section mirip dengan jet tempur Ching-Kuo buatan Taiwan dan F-16 buatan AS.
Baik PLA maupun Kementerian Pertahanan Taiwan tidak mengatakan apakah empat J-7 yang diterbangkan bulan lalu adalah UAV atau bukan.
Namun, sejumlah sumber dari unsur militer mengatakan, keempat J-7 itu sengaja diuji coba. Sumber itu menambahkan, operasi itu juga sengaja dirancang untuk menguji reaksi angkatan udara Taiwan dan publik.
“Keempat J-7 melakukan penerbangan singkat setelah lepas landas dari pangkalan udara di Shantou, provinsi Guangdong,” kata sumber tersebut yang meminta identitasnya dirahasiakan.
“Itu bertujuan untuk menguji respons angkatan udara Taiwan, melihat apakah semua pesawat mereka telah kembali terbang,” sambung sumber itu.
Pada Maret, Taiwan mengandangkan banyak pesawat militernya untuk pemeriksaan keamanan. Langkah itu diambil setelah dua pilot angkatan udara Taiwan tewas dalam tabrakan di lepas pantai selatan pulau itu.
Insiden itu adalah kecelakaan fatal ketiga yang melibatkan jet-jet tempur aktif Taiwan dalam kurun waktu enam bulan.
Pengamat militer yang berbasis di Makau, Antony Wong Tong, mengatakan bahwa PLA telah menggunakan J-7 yang dikonversi menjadi drone untuk latihan sejak tahun 1997. “Ada banyak varian J-7yang semuanya dijuluki mini F-16,” tutur Wong.
“China Daratan juga telah mengekspor varian J-7 ke Pakistan, yang menggunakannya untuk pertempuran udara tiruan,” imbuh Wong.
J-7 dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan milik negara Shenyang Aircraft Corporation pada 1965 dan pembuatannya berhenti pada tahun 2013 lalu.
Lu Li-shih, mantan instruktur di Akademi Angkatan Laut Taiwan, berujar bahwa PLA mulai membuat UAV untuk mengatasi kondisi banyaknya kelompok lansia akibat kebijakan “satu anak” pada 1980.
“Ada ratusan alasan mengapa China daratan datang membawa beberapa taktik tempur baru melawan Taiwan,” kata Lu.
Ben Ho, seorang analis di S Rajaratnam School of International Studies Singapura, meyakini bahwa China telah mempelajari taktik yang digunakan dalam konflik Nagorno-Karabakh pada bulan September lalu.
Dalam konflik Nagorno-Karabakh, Azerbaijan dan Armenia bertempur memperebutkan wilayah itu. Para tentara Armenia tertipu menembak drone target versi biplan Antonov An-2 era Uni Soviet.
Dia menambahkan, strategi tersebut ditiru dengan baik oleh China. Apalagi musuh potensial China seperti AS memiliki sistem pertahanan udara semacam Aegis.
“Masuk menggunakan J-7 sebagai drone target sejauh dimensi fisiknya kira-kira sama dengan F-16 dan Ching-Kuo, dua jet tempur andalan angkatan udara Taiwan,” tutur Ho.
Sumber : 94要客訴, Asia One, UDNNews, Liberty Times
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan