Asosiasi Hak Asasi Manusia Taiwan (TAHR) dalam konferensi pers yang digelar pada hari Rabu (9/6/2021) mengatakan, instruksi “larangan keluar bagi semua pekerja migran di seluruh kabupaten Miaoli” yang ditetapkan oleh Gubernur Miaoli, Hsu Yao-chang merupakan bentuk tindakan diskriminasi terhadap pekerja migran.
Untuk itu mereka memprotes dan mengimbau agar pemerintah kabupaten Miaoli untuk menarik balik larangan ini.
Pihak TAHR mengatakan, larangan yang diberlakukan di kabupaten Miaoli ini berdampak pada kebutuhan perawatan jangka panjang lebih dari 7.000 keluarga.
TAHR melalui press rilis mengemukakan, karena terjadi penularan COVID-19 di tingkat komunitas di 3 perusahaan teknologi di Kabupaten Miaoli, maka Gubernur Miaoli mengeluarkan pengumuman “larangan keluar bagi Pekerja Migran di seluruh kabupaten” melalui media sosialnya.
Pihak TAHR mengungkapkan, larangan ini memperlihatkan bahwa pemerintah Kabupaten Miaoli beranggapan semua pekerja migran sebagai penular kasus corona.
Pemkab Miaoli tidak mempertimbangkan pekerja migran mana yang sebenarnya harus dikarantina mandiri atau menjalankan kontrol kesehatan.
Menurut TAHR, kebijakan ini menitikberatkan semua pekerja migran sebagai orang yang terpapar COVID-19 sehingga memberlakukan larangan keluar rumah.
Virus corona tidak memilih orang, tetapi tindakan ini tidak sesuai prinsip HAM, bahkan telah mendiskriminasikan pekerja migran, merendahkan mereka, menempatkan mereka berada di bawah pekerja Taiwan, hal ini lebih mengerikan daripada virus, ungkap pihak TAHR.
TAHR membeberkan, berdasarkan data statistik Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) Taiwan, hingga akhir April lalu jumlah pekerja migran di Miaoli adalah 22.914 orang.
Dari jumlah ini termasuk 15.531 pekerja migran yang bekerja di sektor industri, hanya 66 orang diantaranya yang berprofesi sebagai ABK di kapal nelayan Taiwan.
Sedangkan pekerja migran yang bekerja di sektor perawatan jangka panjang atau yang bekerja sebagai pengasuh migran tercatat sebanyak 7.383 orang.
Selain itu TAHR juga mengingatkan, pekerja migran datang dari berbagai negara yang berbeda, tentu masalah perbedaan bahasa selalu menjadi masalah penting, untuk itu perlu adanya penerjemah.
Pedoman pencegahan epidemi COVID-19 yang diberikan oleh pemerintah sangat penting bagi pekerja migran.
Sehingga apabila kebijakan pencegahan epidemi pemerintah dapat lebih komprehensif, seharusnya dapat menghindari pengulangan kesalahan administrasi yang diskriminatif ini.
Sumber : udn video, 客家新聞Hakka News, Rti News, CNANews
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan