Sebanyak 21 pekerja migran di Miaoli, wilayah bagian barat Taiwan telah diinterogasi oleh polisi karena berada di luar rumah setelah pemerintah daerah memerintahkan mereka untuk tetap berada di dalam rumah karena lonjakan infeksi cluster COVID-19 di daerah tersebut.
Pemerintah kabupaten Miaoli mengeluarkan perintah satu hari sebelumnya yang melarang pekerja migran pergi ke luar, dengan pengecualian bepergian ke dan dari tempat kerja, setelah empat perusahaan elektronik di daerah itu yang mempekerjakan pekerja migran melaporkan infeksi cluster wabah corona.
Perintah itu juga menyatakan bahwa pekerja migran hanya dapat melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja menggunakan transportasi yang diatur oleh majikan atau perantara/agensi tenaga kerja mereka.
Sedangkan untuk belanja kebutuhan sehari-hari harus dilakukan oleh manajer asrama atau personel yang ditunjuk, kata pemerintah daerah dalam sebuah pernyataan.
Pada hari Selasa, sebanyak 21 pekerja migran telah diinterogasi dan rincian aktivitas mereka dicatat oleh polisi, termasuk usia dan nomor sertifikat penduduk, karena melanggar aturan pencegahan epidemi, ungkap Lin Chien-min, kepala bagian di bagian luar negeri biro kepolisian kabupaten Miaoli, mengatakan kepada CNANews.
Informasi yang diberikan oleh para pekerja migran yang ditanyai akan diteruskan ke Departemen Pengembangan Tenaga Kerja dan Pemuda kabupaten Miaoli, kata Lin.
Sebanyak 21 pekerja migran itu berasal dari Vietnam, Indonesia, Filipina, dan Thailand, menurut keterangan otoritas berwenang.
Tu Jung-hui, wakil kepala departemen kepolisian kabupaten Miaoli mengatakan bahwa majikan atau perantara/agensi dari 21 pekerja migran tersebut akan menerima peringatan atas insiden ini.
Akan tetapi pihaknya akan mulai mengeluarkan denda serius yang berkisar antara NT$ 60.000 sampai dengan NT$ 300.000 berdasarkan Undang-Undang Layanan Ketenagakerjaan kepada mereka yang berulang kali gagal menjaga pekerja migran mereka tetap berada di rumah di tengah epidemi yang berkecamuk.
“Sesuai dengan Undang-Undang Layanan Ketenagakerjaan, adalah tanggung jawab pengusaha atau perantara/agensi untuk memberikan bimbingan dan mengelola pekerja migran mereka,” kata Tu.
“Para pekerja migran itu adalah orang asing dan mungkin tidak tahu peraturan epidemi yang diberlakukan di Taiwan, jadi agensi atau majikan mereka wajib memberi tahu para pekerja migran,” ungkap Tu.
Seorang pekerja pabrik Filipina yang berbasis di Miaoli, yang menolak disebutkan namanya, memiliki perasaan campur aduk tentang imbauan tersebut karena menyulitkan untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan sehari-harinya. Akan tetapi ia juga memahami bahwa aturan itu juga bertujuan untuk melindungi para pekerja migran dari infeksi virus corona.
Tu mengatakan departemen kepolisian kabupaten Miaoli tidak menargetkan pekerja migran dan meminta pengertian semua orang karena pemerintah daerah saat ini telah melakukan segala upaya untuk mencoba dan menghentikan penyebaran virus corona di kawasan tersebut.
“Kami hanya ingin para pekerja migran tetap berada di tempat selama 14 hari, karena kami ingin memutus rantai penularan COVID-19. Saat ini adalah masa kritis dan jika setelah dua minggu situasinya membaik, kami dapat melonggarkan peraturan tersebut,” kata Tu.
Hingga Selasa (8/6/2021), lebih dari 240 kasus COVID-19 dikonfirmasi, termasuk 196 pekerja migran, terkait dengan infeksi cluster wabah corona yang terjadi di perusahaan teknologi di kabupaten Miaoli, menurut data dari Pusat Komando Epidemi Sentral (CECC) Taiwan.
Pekerja migran dianggap berisiko lebih tinggi terpapar infeksi cluster wabah corona karena banyak diantara mereka yang tinggal di asrama padat penghuni yang disediakan oleh perusahaan.
Selain infeksi cluster COVID-19 di kalangan pekerja migran di Miaoli, ada juga dugaan pekerja migran diminta menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa mereka akan memikul tanggung jawab hukum tunggal dan menanggung biaya pengobatan jika mereka terinfeksi wabah COVID-19.
Sebagai tanggapan, Kementerian Tenaga Kerja Taiwan (MOL) Taiwan mengatakan dokumen semacam itu tidak akan membebaskan majikan atau pihak agensi dari tanggung jawab manajemen dan denda.
Paul Su, wakil kepala Divisi Manajemen Tenaga Kerja Lintas Batas Badan Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) Taiwan di bawah MOL Taiwan, mengatakan pekerja migran harus melapor ke Hotline Konseling dan Perlindungan di nomor telepon 1955 jika mereka diminta oleh majikan atau agensi mereka untuk menandatangani pernyataan semacam itu.
Sumber : TVBS選新聞, 新唐人電視台
Berita Terkait
GANAS: PMA harus berani lapor jika dapat perlakuan tidak pantas dari majikan
WDA: PMA hanya boleh kirim uang lewat lembaga remitansi resmi untuk hindari penipuan
Taifun Gaemi sebabkan 10 kematian, 2 hilang, dan 904 orang terluka di Taiwan