DPR RI mendorong pemerintah agar berperan lebih optimal untuk melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri termasuk para Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Hal ini diungkapkan anggota Komisi I DPR-RI Muhammad Farhan yang menyoroti para Anak Buah Kapal (ABK) WNI, terutama yang berada di kapal nelayan milik Cina dan Malaysia.
“Bahkan ada ancaman perlakuan tidak manusiawi oleh kapal nelayan Cina dan ancaman penculikan perompak Filipina di atas kapal nelayan Malaysia. Ini harus ditekuni sebagai gangguan serius juga terhadap para ABK WNI,” jelasnya pada hari Senin (9/11).
Wakil Fraksi Nasdem ini memaparkan Komisi I DPR memberi catatan dalam hal perlindungan WNI di luar negeri, terutama di India dan sejumlah negara di Timur Tengah yang sedang berperang seperti Suriah, Irak, dan Yaman, namun secara umum DPR mengapresiasi kinerja Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
Hal senada diungkapkan pula oleh Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Abdul Kharis Almasyhari. “Kami menilai Bu Menlu Retno Marsudi sangat komit terhadap perjuangan Palestina. Sebagai mitra kerja kami di Komisi I DPR-RI, Kemenlu kami nilai bagus, baik dalam hal diplomasi, perlindungan warga negara di luar negeri,” ujarnya.
Namun demikian Almasyhari mengakui, kalaupun dinilai belum optimal, hal tersebut disebabkan antara lain, saat ini seluruh dunia termasuk Indonesia tengah bergelut menghadapi pandemi Covid-19.
Selain itu harus diakui juga, Kemenlu mengalami keterbatasan anggaran, sementara tugas dan pekerjaan mereka harus mencakup seluruh negara di dunia.
”Kami melihat yang cukup mendesak diperbaiki di Kemenlu adalah dengan adanya beberapa perwakilan negara yang wilayah kerjanya cukup luas, sehingga mereka (para diplomat) tidak bisa maksimal dalam memberikan pelayanan kepada warga negara kita di luar negeri. Salah satunya karena keterbatasan anggaran,” lanjut Almasyhari.
Dalam kesempatan berbeda, anggota Komisi I DPR-RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha menyatakan, penanganan masalah WNI di luar negeri juga menjadi salah satu indikator ukuran kesuksesan diplomat yang ditugaskan di luar negeri.
Menurut Tamliha, keterbatasan anggaran menjadikan pemerintah tidak dapat berbuat maksimal. Padahal, masalah perlindungan WNI di luar negeri merupakan aspek yang perlu ditegakkan, karena menjadi satu dari tiga kriteria atau indikator yang menjadi tugas dan fungsi Kementerian Luar Negeri.
“Jadi kalau upaya perlindungan terhadap WNI di luar negeri tidak bagus, maka juga akan berdampak kurang baik terhadap kinerja Kementerian Luar Negeri. Salah satunya adalah dalam hal penanganan WNI yang melebihi masa tinggal dari yang seharusnya (overstay),” kata dia.
Maka, Tamliha menilai salah satu aspek yang perlu ditingkatkan dalam perlindungan WNI di luar negeri adalah mencakup semua segi, baik dari segi hukum, politik, dan juga konstitusional.
”Saran kami dari DPR adalah semua WNI di luar negeri harus benar-benar dilindungi, kendati dengan anggaran yang terbatas. Jadi perlindungan bagi para WNI di luar negeri, tidak hanya ditujukan bagi WNI yang ada di ibu kota negara, namun berlaku juga bagi WNI yang bekerja di pinggiran kota. Semua tetap perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Termasuk soal WNI yakni para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dalam sistem pengupahannya, bagaimana mereka memperoleh hak-hak mereka. Kami juga concern salah satunya adalah bagaimana ‘memberangus’ mafia tenaga kerja,” papar Tamliha lagi.
Selama periode Januari–Oktober 2020, Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) telah menangani hampir 88 ribu kasus, yang puncaknya terjadi saat dimulainya pandemi Covid-19 bulan Maret 2020 sampai saat ini.
Saat dihubungi Jumat (6/11), Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto mengemukakan, jumlah kasus yang ditangani Direktorat PWNI dan BHI tahun ini meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2019.
“Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kasus yang ditangani mencapai 27 ribu kasus selama Januari–Desember 2019. Yang menjadi magnitude dari penanganan kasus PWNI di luar negeri, terutama dalam hal penanganan warga negara Indonesia yang dievakulasi selama masih berada dalam masa pandemi Covid-19, apakah terkena dampaknya secara langsung maupun tidak langsung,” papar mantan Dubes RI untuk Yordania dan Palestina ini.
Sumber : Republika
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’