Nilai tukar rupiah “mengamuk” di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (18/9/2020), sehari setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan kebijakan moneter. Dolar Amerika Serikat (AS), Singapura, dan Australia dibuat tumbang sekaligus.
Melansir data Refinitiv, rupiah sempat menguat hingga 0,88% melawan dolar AS ke Rp 14.690/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 2 September lalu. Sebelum hari ini, rupiah sudah menguat 3 hari beruntun melawan dolar AS, tetapi tipis-tipis saja. Baru hari ini Mata Uang Garuda melesat.
Sementara itu melawan dolar Singapura, rupiah menguat 0,85% ke 10.826,82/SG$, setelah sebelumnya melemah 5 hari beruntun, tetapi pelemahannya tipis-tipis.
Dolar Australia menjadi korban selanjutnya, melemah 0,81% ke Rp 10.750,86/AU$. Rupiah sebelumnya juga melemah 5 hari beruntun melawan dolar Australia, dengan total pelemahan 0,79%. Artinya jika rupiah mampu mempertahankan penguatan hingga penutupan perdagangan nanti, Mata Uang Garuda mampu membayar tuntas pelemahan selama periode negatif tersebut.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, kemarin siang mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4%.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%,” papar Perry dalam keterangan usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2020, Kamis (17/9/2020).
“Keputusan ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19,” ujarnya.
Perry mengatakan BI tetap mempertahankan suku bunga acuan pada September ini dengan mempertimbangkan berbagai hal mulai dari inflasi hingga sistem keuangan baik di domestik maupun global.
“Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah,” ujar Perry melalui konferensi pers virtual, Kamis (17/9/2020).
Dengan dipertahankannya suku bunga sebesar 4%, imbal hasil berinvestasi di Indonesia menjadi relatif lebih tinggi, sehingga lebih menarik bagi investor khususnya ketika kondisi perekonomian mulai global mulai bangkit.
Imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun hari ini berada di level 6,926%, sementara obligasi AS tenor yang sama di level 0,6822%, kemudian Singapura di 0,889% dan Australia di 0,935%.
Sehingga ada selisih imbal hasil sekitar 6%, jika berinvestasi di Indonesia ketimbang 3 negara tersebut.
Nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau menguat 87 poin atau 0,59 persen ke level Rp14.745 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,042 poin atau 0,05 persen ke level 92,928 pada pukul 14:36.
Sumber cnbindonesia.com
Berita Terkait
Dolar AS Rontok, Rupiah Menyodok
Pukul 10:00: Rupiah Berbalik Menguat 9 Poin
Jurus BI-OJK Jaga Bank yang Seret Likuiditas