Batuk, sesak napas, demam, kehilangan indera penciuman, dan perasa, merupakan gejala yang banyak dijumpai dari orang yang terinfeksi Covid-19. Namun, belakangan ditemukan gejala baru yang dinamai happy hypoxia syndrome.
Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK UGM, dr Sumardi mengatakan, happy hypoxia syndrome merupakan kondisi orang yang kadar oksigen dalam tubuhnya rendah. Tapi, terlihat seperti orang normal.
Sumardi menerangkan, normalnya kadar oksigen dalam tubuh seseorang di atas 95 persen. Meski begitu, penurunan kadar oksigen dalam kondisi ini tidak membuat orang kesulitan bernapas dan tidak membuat merasa terengah-engah.
“Kepada orang yang mengalami happy hypoxia ini tampak normal atau biasa-biasa saja. Karenanya, sering dinamakan silent hypoxia, sebab terjadinya perlahan dan lama-lama lemas dan tidak sadar,” kata Sumardi.
Da menuturkan, hypoxia terjadi akibat ada penjendalan di saluran pembuluh darah. Disebabkan peradangan atau inflamasi di pembuluh-pembuluh darah, terutama di paru-paru karena kadar oksigen dalam tubuh terus berkurang.
Kepala Divisi Pulmonologi dan Penyakit Kritis RSUP Dr. Sardjito tersebut mengatakan, happy hypoxia jika tidak segera ditangani akan mengancam nyawa pasien Covid-19. Sebab, penjendalan tidak hanya akan terjadi di paru-paru.
“Tapi, bisa ke organ-organ lainnya seperti ginjal dan otak yang bisa menyebabkan kematian,” ujar Sumardi.
Keberadaan happy hypoxia bisa diketahui dalam pasien Covid-19 yang mendapat perawatan di rumah sakit. Pemantauan kadar oksigen dalam darahnya, biasanya dilakukan dengan menggunakan alat pulse oximeter.
Untuk pasien yang tidak menunjukkan gejala, terutama yang isolasi di rumah, ia mengimbau selalu monitor kondisi tubuh. Terus waspada bila muncul gejala tiba-tiba lemas, padahal tidak aktivitas atau olah raga yang kurangi energi.
“Kalau tiba-tiba merasa lemas tapi makan dan minum masih biasa harus segera lapor rumah sakit. Lemas ini karena oksigen di organ berkurang, jadi harus cepat ke RS agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat,” kata Sumardi.
Sumber : Republika
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’