Aksi unjuk rasa antipemerintah yang kembali digelar di Thailand pada Minggu (16/8) waktu setempat, diikuti oleh lebih dari 10 ribu orang. Unjuk rasa ini tercatat sebagai demo pro-demokrasi yang terbesar yang pernah digelar di negara ini sejak kudeta militer tahun 2014 lalu.
Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (17/8/2020), unjuk rasa yang dipimpin kelompok mahasiswa ini digelar nyaris setiap hari di berbagai wilayah Thailand selama sebulan terakhir. Aksi ini melontarkan protes terhadap Perdana Menteri (PM) Prayut Chan-O-Cha dan pemerintahannya yang sarat militer.
Pada Minggu (16/8) malam waktu setempat, para demonstran menduduki perempatan jalan yang sibuk di sekitar Monumen Demokrasi di Bangkok. Monumen itu dibangun untuk menandai revolusi tahun 1932 silam yang mengakhiri absolutisme kerajaan.
Kepolisian Thailand menutup ruas jalan utama di sekitar monumen itu. Seorang pejabat pada Biro Kepolisian Metropolitan Bangkok menuturkan kepada AFP bahwa jumlah demonstran yang hadir pada Minggu (16/8) waktu setempat mencapai 10 ribu orang pada pukul 18.00 waktu setempat.
“Lengserlah kediktatoran,” teriak sejumlah mahasiswa yang ikut unjuk rasa itu, sambil membawa poster yang bertuliskan kritikan untuk pemerintah.
Unjuk rasa yang berlangsung damai di area Monumen Demokrasi di Bangkok ini tercatat sebagai unjuk rasa terbesar yang pernah digelar di Thailand sejak Prayut — mantan Panglima Militer Thailand — memimpin kudeta tahun 2014 lalu.
Sebagian terinspirasi oleh gerakan demokrasi Hong Kong, para demonstran di Thailand ini mengklaim tak memilik pimpinan dan bergantung pada medis sosial untuk menggerakkan massa dan menggalang dukungan publik umum. Tagar berbunyi ‘Beri batas waktu untuk kediktatoran’ menjadi trending di Thailand sepanjang Minggu (16/8) waktu setempat.
Dalam aksinya, para demonstran menuntut perombakan pemerintahan dan ditulis ulangnya Konstitusi Thailand tahun 2017 yang menguntungkan militer. Penyelenggara unjuk rasa, Tattep Ruangprapaikitseree menegaskan kembali tuntutan itu pada Minggu (16/8) waktu setempat. Dia menambahkan bahwa pemerintah Thailand harus ‘berhenti mengancam rakyat’.
“Jika tidak ada respons positif dari pemerintah hingga September, kita akan meningkatkan aksi,” ucap Tattep berteriak di hadapan lautan demonstran.
Situasi memanas sejak dua pekan terakhir saat otoritas Thailand menangkap tiga aktivis demokrasi. Ketiganya telah dibebaskan dengan jaminan usai dijerat dakwaan penghasutan. Dalam aksi terbaru pada Minggu (16/8) waktu setempat, warga umum yang ikut serta menyatakan setuju dengan tuntutan para mahasiswa.
“Kita tidak bisa membiarkan mahasiswa berjalan melewati jalan yang sulit sendirian,” ucap seorang wanita Thailand berusia 68 tahun, yang menolak menyebut namanya, kepada AFP.
Demo antipemerintah ini mendapatkan aksi tandingan dari kelompok yang menyatakan dukungan untuk Kerajaan Thailand. Puluhan orang yang disebut sebagai pendukung kerajaan juga beraksi di sudut perempatan jalan Monumen Demokrasi sambil membawa foto Raja dan Ratu Thailand dan berteriak ‘Hidup Raja!’.
Sumber : Global News, Channel News Asia, AFP
Berita Terkait
Wabah Pneumonia di China: Rumah Sakit Penuh
Topan Khanun Tiba, Warga Korea Utara Diminta Utamakan Jaga Foto Kim Jong Un
Taiwan Mempertimbangkan Untuk Mempekerjakan Lebih Banyak Pekerja Filipina Sampai Menawarkan Tempat Tinggal Permanen!