Berbekal tekad kuat, kreativitas dan pengalaman menjadi tenaga migran di negeri orang, Nurchaeti sukses mengubah nasib menjadi seorang miliuner. Lewat keripik aneka buah miliknya, ia mampu merambah pasar ekspor ke berbagai negara di dunia. Meski memiliki ijazah dan keahlian di bidang apoteker, nasib dan peluang malah membawa Nurchaeti menjadi tenaga migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Singapura.
Selama menjadi TKI, Nur sapaannya, harus meninggalkan kedua anaknya. Hal itulah yang membuat Nur tidak kerasan meski memperoleh penghasilan lumayan, yakni di atas SGD 1.000 per bulan. Tepat memasuki tahun 2013, Nur memutuskan berhenti bekerja di luar negeri dan kembali ke Tanah Air. Tetap harus menghasilkan uang, maka Nur mengambil langkah memulai bisnis.
Upaya yang dilematis mengingat keluarga Nur secara turun temurun tidak ada yang pernah menjadi pengusaha. “Saya bisa dikatakan perintis menjadi pebisnis di keluarga,” kenangnya. Lalu bisnis apa yang dipilih wanita kelahiran 31 Desember 1980 ini? Karena tidak mau ribet dan tidak punya modal besar, maka Nur pun memilih laundry kiloan alias bisnis cuci pakaian kering. Kebetulan, mencuci memang menjadi salah satu hobinya.
Mulailah Nur terjun ke dunia bisnis. Tiga bulan pertama usaha laundry yang baru dirintisnya itu bisa dibilang gagal total. Karena, saat itu dia tidak mengetahui ilmunya.Ia belum mengetahui bagaimana manajemen bisnis secara kesleuruhan dan tips-tips untuk bisa menarik pelanggan. Tak patah arang, Nurchaeti kemudian belajar dengan pengusaha laundry yang sudah sukses. Siang dan malam ia berdiskusi dan mencari tambahan ilmu, hingga akhirnya bisnis laundry miliknya dengan nama NN Laundry mulai berkembang dan stabil.
Di tahun 2014, usaha laundry miliknya sudah memiliki enam cabang yang tersebar di Jabodetabek. Omzet per bulannya pun sudah mencapai puluhan juta. Dari pengalaman itu, semangat bisnis Nur kian membara. Berawal dari mengikuti pelatihan bisnis kuliner, Nur mendapatkan ilmu berharga terkait bagaimana menentukan harga jual dan manajemen pemasaran. Ia pun kepikiran untuk langsung terjun melakukan bisnis kuliner. “Ternyata margin jualan makanan gede juga, ya,” ujar Nur yang juga tercatat sebagai mitra binaan PT Pertamina ini.
Awalnya Nur mencoba memproduksi roti manis. Namun karena kurang menguasai resep membuat adonan roti yang benar-benar pas, maka gagal lah proses pembuatan roti tersebut. Nur lalu teringat bahwa almarhumah neneknya memiliki resep keripik pisang yang enak sekali. “Saat itu, saya kepikiran untuk memanfaatkan resep turun temurun keluarga menjadi sebuah peluang bisnis,” tegasnya. Dengan modal Rp 100.000, Nur mulai membeli bahan baku pisang tanduk dan beberapa bahan lainnya untuk kemudian diracik menjadi keripik pisang. Usahanya kali pertama dibantu oleh tetangga-tetangga rumahnya. Sampai akhirnya, dia memberdayakan ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya.
Sebagai tester, ia menjajakan produk keripik pisangnya ke kenalannya di beberapa kementerian dan lembaga. “Saya todong saja mereka untuk ngasih masukan ke produk olahan ini,” ungkapnya. Dari situ, Nur mendapat banyak sekali masukan, mulai dari kemasan yang awalnya plastik tipis diganti dengan plastik yang lebih tebal, hingga rasa dan tingkat kegurihan keripik. Nur tidak pernah lelah memperbaiki cita rasa produknya.
Setelah dirasa cukup mendapatkan tempat di hati beberapa konsumennya, maka Nur pun langsung tancap gas melakukan promosi. Dengan memanfaatkan media sosial dan platform seperti Whatsapp, Nur melakukan proses marketing. Ia juga tidak pernah melewatkan kesempatan ketika datang undangan pameran kuliner yang biasa diadakan beberapa kementerian. Sampai suatu saat di akhir tahun 2015, Nur bertemu dengan seorang distributor keripik di Brunei Darussalam di sebuah pameran.
Tertarik dengan produk Nur, mereka pun sepakat menjalin kerjasama untuk memasarkan produk Nur di Brunei. Alhasil, produk keripik pisang Nur pun booming di negeri tersebut. Nur tambah semangat melihat produknya laris manis di negeri orang. Ia pun menyiapkan kreasi berupa berbagai keripik buah mulai dari sukun, singkong, apel, nangka dan terakhir kerupuk jengkol. Dengan memanfaatkan kenalan-kenalan sesama TKI dan kekuatan media sosial, maka produk keripik aneka buah Nur pun terus berkibar. Nurchaeti bilang, setiap empat bulan sekali dia mengirim keripik aneka buah ke luar negeri.
Sadar bahwa produknya harus memiliki legalitas agar bisa dipercaya, maka Nur pun mengurus semua perizinan untuk produk makanan. Ia mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mengurusnya, terutama karena memiliki kenalan beberapa orang kementerian dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang mengarahkan dan membimbingnya.
Dengan legalitas usaha dan citarasa keripik yang enak di lidah, usahanya terus berkibar. Begitu juga dengan orderan dari luar negeri terus berdatangan. Nur mengaku, setiap empat bulan sekali rutin mengekspor produk keripiknya ke berbagai negara. Ekspor rutin dilakukan setiap 4 bulan sekali karena waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman sekitar 3 bulan, dan satu bulan untuk produksi.
Tidak tanggung-tanggung, sekali pengiriman bisa mencapai satu kontainer keripik . Dengan harga Rp 10 ribu per kilogram (kg), ia bisa meraup omzet Rp 500 juta hingga Rp 800 juta setiap pengiriman. Jika dirata-rata per bulan, omzetnya mencapai Rp 1,5 miliar hingga Rp 1,8 miliar. Baru-baru ini, ia juga mengirim 1 kontainer ke Dubai dan Qatar. Selain Qatar, produknya kini sudah sampai ke beberapa negara Eropa seperti Prancis, Belgia, Jerman dan Belanda. Di negara Eropa tersebut, produk kripik apel yang menjadi primadona. Sedangkan di Qatar, justru produk kerupuk jengkol yang menjadi idola.
Jika awalnya usaha rumahan, kini Nur sudah memiliki workshop di daerah Karawang, Jawa Barat. Di sana, ia memiliki sekitar 260 tenaga kerja untuk membantu proses produksi keripik miliknya. Memang, tidak semuanya karyawan tetap, karena ia banyak menggunakan jasa para mantan TKI yang sudah lanjut usia. Untuk strategi marketing, Nur mengaku lebih mengedepankan jalur online. Selain lebih luas jangkauannya, strategi ini tidak terlalu menguras tenaga. Sangat cocok untuk ibu-ibu seperti dirinya. Dalam menjalankan bisnisnya, Nur juga mengaku sempat mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku. Maklum untuk memenuhi kualitas ekspor, bahan baku juga harus berkualitas.
Sementara, hasil panen para petani tidak selamanya memiliki kualitas yang baik. Kadang panen bagus, kadang tidak, tuturnya. Tidak kenal kata menyerah, Nur pun mencari akal. Akhirnya ia ketemu jalan keluar, yakni sekali lagi dengan memanfaatkan jaringan TKI yang ada di daerah Malang dan Jawa Timur secara umum. Daerah tersebut terkenal sebagai pusat bahan baku keripik milik Nur. Hasilnya, Nur pun tetap mampu mendapatkan bahan baku berkualitas dari kenalan-kenalannya tersebut.
Selain kendala bahan baku, Nur juga bercerita seringkali ditipu oleh beberapa konsumen atau distributor. Mereka kadang menunggak pembayaran sampai waktu yang tidak pasti atau pernah kabur tanpa berita. Namun Nur bilang, dirimu memilih selalu berpikir positif. Daripada meratapi nasib, Nur lebih suka instrospeksi diri dan terus memperbaiki pola manajemen bisnis. Ke depannya, Nur memiliki cita-cita ingin lebih dikenal di Indonesia. Saat ini, komposisi penjualan dalam negeri masih sekitar 30%-40%. Ia berharap bisa terus memasok keripik dari Aceh hingga Papua.
Keinginan lain Nur adalah mendirikan Kampung Keripik. Konsepnya adalah memberdayakan masyarakat sekitar yang kebanyakan ibu-ibu yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan, misalnya setelah mengantar anak ke sekolah. “Sehingga kampung itu memiliki nilai ekonomis,” ujarnya.
Ia menggambarkan, idenya tersebut terdiri dari 1.000 dapur yang ia kelola untuk menghasilkan keripik. Izin awal sudah ia peroleh di daerah Ciganjur, Jakarta Selatan. Namun Nur mengaku masih menunggu investor yang berminat. Nur juga berharap para mantan TKI lain bisa mengikuti dirinya terjun ke dunia bisnis. Karena dengan jalan yang sudah ia tempuh, Nur merasakan banyak manfaat. Terutama bisa tetap dekat dengan keluarga, namun di sisi lain bisa menghasilkan uang sendiri.
Sumber : Kontan
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’