Setelah Surabaya, menyusul Solo jadi wilayah yang menyandang label ‘zona hitam’ virus Corona. Istilah ini cuma kiasan, menggambarkan tingginya jumlah kasus di suatu wilayah.
“Istilah hitam nggak ada karena sebenarnya merah. Zona merah ini menggambarkan kasusnya banyak, transmisi virus Corona COVID-19 mengancam penduduk di situ,” kata Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, MSc.
Belakangan ini, Solo mengalami peningkatan jumlah kasus yang cukup pesat. Ada berbagai kemungkinan penyebab, salah satunya munculnya klaster-klaster baru di wilayah tersebut.
“Solo kan banyak pesantren, mungkin santrinya kembali masuk. Kemudian, Solo juga mal sudah dibuka dan sebagainya, ya mungkin abai terhadap protokol kesehatan,” jelas Miko.
Banyaknya pasar tradisional di kota tersebut juga memungkinkan terjadinya penularan yang tinggi. Interaksi pedagang dan pengunjung di pasar tradisional bisa meningkatkan risiko jika tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Bagaimana agar bisa keluar dari zona hitam?
Tidak ada pilihan lain, menerapkan protokol pencegahan adalah cara paling tepat. Di pusat perbelanjaan, penggunaan masker dikombinasikan dengan face shield harus diterapkan pada semua orang.
Tabir atau pembatas juga penting untuk tempat-tempat seperti restoran, mengingat masker selalu diturunkan saat makan. Adanya sekat pembatas akan meminimalkan risiko penularan droplet.
“Di Thailand restoran-restoran, restoran kecil atau besar itu harus pakai tabir, kalau nggak ya bisa menular, karena pada waktu makan mau gak mau kan kalau pakai masker nggak bisa makan, akan buka masker ya droplet keluar,” jelas Miko.
Sumber : KOMPASTV, Detik
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’