Satu toko milik warga negara Indonesia (WNI) di Washington DC, Amerika Serikat, mengalami kerusakan sebagai dampak dari demonstrasi yang diwarnai kerusuhan menyusul kematian seorang warga kulit hitam, George Floyd, di tangan polisi. Beberapa WNI di Amerika menyebut belum berkomunikasi dengan kedutaan maupun konsulat jenderal Indonesia di sana.
Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri menyebut telah meningkatkan intensitas komunikasi dengan warga negara Indonesia di Amerika dan mengimbau mereka untuk tinggal di rumah dan mematuhi penerapan jam malam. Pantauan Kemlu, tidak ada WNI yang menjadi korban akibat aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan tersebut.
Berdasarkan data agregat perwakilan RI terdapat hampir 100.000 WNI yang tinggal di Amerika Serikat, dimana 50% di antaranya tinggal di Los Angeles. Pengamat politik internasional dari LIPI, Nanto Sriyanto menyebut salah satu penyebab kerusuhan rasial tersebut akibat dari politik belah bambu yang dijalankan Presiden Amerika Donald Trump.
Gelombang protes besar yang terjadi di Amerika dipicu oleh tindakan polisi Minneapolis, Derek Chauvin yang menindih dengan lutut leher petugas keamanan berkulit hitam George Floyd yang menyebabkan sulit bernafas dan meninggal dunia. Sebuah kedai kopi miliki WNI di Washington DC rusak akibat kerusuhan. Padahal, kata pemilik kedai kopi, Vivit Kavi, tokonya baru buka pertama kali setelah tutup hampir dua bulan akibat virus corona.
“Itu terjadi di malam kami baru buka pertama kalinya pada 30 Mei lalu setelah tutup sejak 17 Maret lalu,” kata Vivit. Vivit menjelaskan saat buka, ia merasa senang dan banyak pengunjung datang membeli kopi dari tokonya.
“Pengujung datang dari jam 9 sampai 2 siang. Di antara itu protes ada tapi aman. Lalu kami tutup jam 4 sore. Lalu menjelang malam, pendemo tidak terkontrol.
“Dari protes damai menjadi rusuh. Sekitar jam 12 malam mulai terjadi pengerusakan dan pembakaran. Toko kami rusak kacanya,” kata Vivit.
Vivit menambahkan kedai kopinya memiliki dua lapis kaca, lapisan terluar pecah, namun lapis dalam aman. “Untung kaca dalam masih aman, dan tidak ada orang masuk yang menjarah,” katanya.
Ia pun mengungkapkan belum tahu kapan akan kembali lagi buka karena berdasarkan keterangan polisi ada kemungkinan kembali muncul aksi demonstrasi. “Kita akan memantau hari demi hari. Tapi harapan kita akhir pekan ini sudah buka. Rasanya itu, dari senang banget karena sudah mulai buka tiba-tiba kejadian seperti ini, seperti diangkat-angkat terus dijatuhkan ke jurang, sama kayak naik kereta luncur,” ungkapnya.
Seorang WNI yang menikah dengan orang berkulit hitam, Maria mengungkapkan, kondisi mereka saat ini aman walaupun terjadi gelombang besar demonstrasi di kota tempat tinggalnya, New York. “Ada protes di dekat rumah, di Bronx, dan tidak anarkis, aman,” kata Maria kepada BBC News Indonesia, (01/06).
Maria menambahkan, namun kondisi di pusat kota cukup rawan karena aksi kerusuhan terjadi luas di New York. Terkait dengan tindakan rasial di Amerika Serikat, Maria pernah merasakannya secara langsung.
“Waktu saya pacaran dengan suami, kami dan teman-teman pergi ke bar. Saat saya mengantri beli makanan, ada orang mabuk mau memeluk saya. Lalu teman-teman saya dan suami yang kebanyakan kulit hitam mengelilingi dan melindungi saya.
“Polisi kemudian datang. Bukannya mengamankan pemabuk itu, polisi malah menanyakan apakah saya aman di antara teman-teman saya yang kulit hitam dan pemabuk itu tidak diapa-apakan, malah teman saya yang diintograsi. “Saya dan keluarga saya dipandang rendah karena hanya fisik. Saya merasakan itu,” kata Maria.
Maria juga mengungkapkan hingga saat ini belum pernah dikontak oleh perwakilan RI untuk menanyakan kondisi mereka. “Tidak ada yang menghubungi, karena mungkin mereka masih tutup,” tambahnya.
Maria juga memaklumi alasan dari para pengunjuk rasa dalam memperjuangkan kesamaan hak dan menentang tindakan diskriminasi. Namun, Maria menolak jika unjuk rasa tersebut berujung pada tindakan anarki yang merugikan hak orang lain.
Seorang WNI lainnya yang tinggal di Maryland, Tirzaya Tam mengungkapkan tidak terganggu dengan demonstrasi yang terjadi. Ia yang membuka usaha jasa boga (catering) masih terus bekerja untuk berbelanja dan mengirimkan makanan ke Washington DC dan lokasi lainnya.
“Daerah saya aman, cuma harus berhati-hati dan harus tinggal di rumah jika demo semakin membesar dan meluas,” katanya yang telah tinggal di Amerika selama 20 tahun tersebut. Tirzaya juga menambahkan belum ada komunikasi dengan perwakilan Indonesia di Amerika.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengungkapkan keselamatan WNI di Amerika adalah prioritas utama. Untuk itu Kemlu telah melakukan intensitas komunikasi dengan WNI di setiap wilayah yang dilakukan oleh lima konsulat jenderal (KJRI) dan satu kedutaan besar (KBRI).
“Perhatian utama pemerintah saat ini adalah keselamatan WNI. Dari komunikasi yang kami peroleh, tidak ada WNI jadi korban, terkecuali ada satu toko di Washington milik WNI yang mengalami vandalisme, rusak toko. Namun di luar itu semua dalam kondisi baik,” katanya.
KBRI dan KJRI juga telah mengimbau kepada WNI untuk tinggal di rumah dan mematuhi penerapan jam malam yang diberlakukan di 41 kota di Amerika. “Untuk terhindar dari kegiatan di lapangan dan keramaian yang berpotensi ada kekerasan. Dan semua WNI mematuhi saran tersebut.
“Kami terus berkomunikasi untuk memastikan kondisi mereka dan mengingatkan mereka untuk hati-hati dan juga memberlakukan nomor telepon hotline yang bisa dihubungi jika mereka memerlukan bantuan secara langsung,” tambah Faizasyah.
Berdasarkan data dari siaran pers KJRI Chicago, sampai dengan Minggu malam (31/05), WNI yang berada di kota-kota yang dilanda aksi protes dilaporkan dalam keadaan baik dan aman.
Jumlah WNI yang terdapat di kota-kota tersebut adalah: Chicago (864 orang), Minneapolis-St. Paul (272 orang), Detroit (334 orang), Des Moines (36 orang), Cincinnati (81 orang), Columbus (277 orang), Cleveland (68 orang), Toledo (31 orang), dan Dayton (27 orang).
Sumber : tvOneNews, BBC World, CNN Indonesia
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’